Di
negara Indonesia pasca lahirnya reformasi telah membuka keran demokrasi yang
seluas-luasnya, sehingga banyak aktor intelektual lebih memilih untuk terjun ke
dunia politik. Untuk merealisasikan niat tersebut harus ditempuh dengan
menggunakan sistem partai, yang akhirnya disebut Partai Politik. Menurut Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia Partai adalah pihak, segolongan orang, perkumpulan
yang seasas, sehaluan, setujuan dan sebagainya dalam ketatanegraan. Sedangkan Politik
adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan; segala urusan dan
tindakan kebijaksanaan, siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu
negara atau terhadap negara lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Miriam
Budiardjo bahwa Partai Politk adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama
dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik secara
konstitusional guna melaksanakan kebijaksanaan mereka. Dari pengertian diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa partai politik itu didirikan untuk merebut atau
mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan tersebut, maka langkah yang
dilakukan adalah konstitusional. Hal ini telah terbukti dalam sistem demokrasi
Indonesia yang menggunakan sistem banyak partai (Multy Party System) yang berlomba-lomba untuk merebut/mempertahankan
kekuasaan pemerintahan yang ada.
Hakekat
kekuasaan dalam politik itu bukan semata-mata kekuasaan tanpa batas, melainkan
kekuasaan yang terbatas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Untuk
mencapai kekuasaan tersebut di negara Indonesia harus melalui mekanisme
pemilihan umum untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Pemilihan umum
yang dimaksud adalah untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, MPR
melalui jalur-jalur partai politik. Menjelang Pemilihan umum tahun 2014
mendatang, partai politik sibuk untuk membangun citra politik dikalangan
masyarakat dengan memasang berbagai atribut partai dipinggir jalan,
mempromosikan diri melalui iklan televisi dan sekaligus memanfaatkan momentum
bulan “Ramadhan” dengan cara mengucapkan “selamat menunaikan ibadah puasa”,
tetapi dibalik itu terkandung makna lain untuk mempromosikan diri dan
seolah-olah partai politik tersebut bersih dan tidak bernoda dari praktik
korupsi. Partai politik di Indonesia tidak ada yang bersih dari tindakan
korupsi, hal ini dibuktikan dengan maraknya keterlibatan para politisi yang
terjerat kasus korupsi. Menyikapi hal itu partai politik lebih cenderung untuk memperbaiki
citra buruk tersebut dengan cara menggalang massa yang banyak dengan menebarkan
sejumlah janji palsu melalui visi-misi yang menarik dengan harapan publik dapat
menaruh harapan pada partai politik tersebut. Hal ini sebenarnya tidak perlu
dilakukan apabila para kader partai politk sudah benar-benar terjun ke
masyarakat, melakukan sesuatu yang berguna dan tentunya dikenang oleh masyarakat, sehingga sudah otomatis
masyarakat/publik memilih kader partai politik tersebut.
Selain
itu, Partai politik pada masa sekarang sudah pintar untuk mencuri perhatian
publik dengan menggandeng beberapa artis ternama dalam mensukseskan kampanye
yang dilaksanakan bahkan partai politik berani untuk mengusung para artis-artis
ternama itu untuk maju dalam kontestan pemilihan umum baik dalam Pemilihan
Presiden/Wakil Presiden maupun dalam pemilihan anggota DPR, DPD, MPR pada tahun
2014 mendatang. Tindakan partai politik tersebut memunculkan sejumlah
pertanyaan publik “Bagaimana kualitas para artis tersebut?, Apakah ketika sudah
duduk dikursi pemerintahan/legislatif para artis tersebut mampu untuk
memperjuangkan aspirasi rakyat?” Pertanyaan ini sering muncul dikalangan
masyarakat karena meragukan kualitas dan kuantitas yang dimiliki oleh para
artis yang sedang terjun di dunia politik. Para artis biasanya hanya sibuk
dengan diri sendiri dan gaya hidup yang mewah tanpa mempedulikan masyarakat di
lingkungan sekitar. Partai politik yang menggandeng sejumlah artis-artis pada
pemilihan umum pada tahun 2014 mendatang mencerminkan kegagalannya dalam
mempersiapkan kader-kader partainya dan sekaligus ketidaksiapan partai politik
itu dalam mengikuti pesta demokrasi dinegeri ini.
Pesta
demokrasi yang dinanti-nantikan tersebut juga turut diramaikan oleh sejumlah
nama anggota Purnawirawan TNI (Tentara Nasional Indonesia) seolah-olah dunia
politik merupakan suatu karir yang menjanjikan untuk meraih sejumlah keuntungan
besar. Padahal sebenarnya seorang TNI harus netral dalam menyikapi situasi
nasional, sehingga seharusnya tidak boleh ikut andil dalam partai politik.
Kehadiran sejumlah nama purnawirawan TNI di dunia politik, mengingatkan kita
pada masa orde baru di pemerintahan Presiden Soeharto yang membungkam
nilai-nilai demokrasi di Indonesia serta berbagai kasus pelanggaran HAM (Hak
Asasi Manusia) berat yang melibatkan sejumlah anggota TNI (Tentara Nasional
Indonesia) pada masa itu. Oleh karena itu, publik harus cerdas dalam menentukan
pilihannya pada pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, MPR pada tahun
2014 mendatang. Jangan hanya melihat pada popularitas calon saja, melainkan harus
didasarkan pada kualitas dan tread record calon yang diusung oleh partai politik serta
pilihlah sesuai dengan hati nurani, jujur dan adil (Luber dan Jurdil).