Wednesday, November 20, 2013

Politik Praktis Menjelang Pemilu Tahun 2014



Di negara Indonesia pasca lahirnya reformasi telah membuka keran demokrasi yang seluas-luasnya, sehingga banyak aktor intelektual lebih memilih untuk terjun ke dunia politik. Untuk merealisasikan niat tersebut harus ditempuh dengan menggunakan sistem partai, yang akhirnya disebut Partai Politik. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Partai adalah pihak, segolongan orang, perkumpulan yang seasas, sehaluan, setujuan dan sebagainya dalam ketatanegraan. Sedangkan Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan; segala urusan dan tindakan kebijaksanaan, siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Miriam Budiardjo bahwa Partai Politk adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik secara konstitusional guna melaksanakan kebijaksanaan mereka. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa partai politik itu didirikan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan tersebut, maka langkah yang dilakukan adalah konstitusional. Hal ini telah terbukti dalam sistem demokrasi Indonesia yang menggunakan sistem banyak partai (Multy Party System) yang berlomba-lomba untuk merebut/mempertahankan kekuasaan pemerintahan yang ada.
Hakekat kekuasaan dalam politik itu bukan semata-mata kekuasaan tanpa batas, melainkan kekuasaan yang terbatas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Untuk mencapai kekuasaan tersebut di negara Indonesia harus melalui mekanisme pemilihan umum untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Pemilihan umum yang dimaksud adalah untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, MPR melalui jalur-jalur partai politik. Menjelang Pemilihan umum tahun 2014 mendatang, partai politik sibuk untuk membangun citra politik dikalangan masyarakat dengan memasang berbagai atribut partai dipinggir jalan, mempromosikan diri melalui iklan televisi dan sekaligus memanfaatkan momentum bulan “Ramadhan” dengan cara mengucapkan “selamat menunaikan ibadah puasa”, tetapi dibalik itu terkandung makna lain untuk mempromosikan diri dan seolah-olah partai politik tersebut bersih dan tidak bernoda dari praktik korupsi. Partai politik di Indonesia tidak ada yang bersih dari tindakan korupsi, hal ini dibuktikan dengan maraknya keterlibatan para politisi yang terjerat kasus korupsi. Menyikapi hal itu partai politik lebih cenderung untuk memperbaiki citra buruk tersebut dengan cara menggalang massa yang banyak dengan menebarkan sejumlah janji palsu melalui visi-misi yang menarik dengan harapan publik dapat menaruh harapan pada partai politik tersebut. Hal ini sebenarnya tidak perlu dilakukan apabila para kader partai politk sudah benar-benar terjun ke masyarakat, melakukan sesuatu yang berguna dan tentunya dikenang oleh  masyarakat, sehingga sudah otomatis masyarakat/publik memilih kader partai politik tersebut.
Selain itu, Partai politik pada masa sekarang sudah pintar untuk mencuri perhatian publik dengan menggandeng beberapa artis ternama dalam mensukseskan kampanye yang dilaksanakan bahkan partai politik berani untuk mengusung para artis-artis ternama itu untuk maju dalam kontestan pemilihan umum baik dalam Pemilihan Presiden/Wakil Presiden maupun dalam pemilihan anggota DPR, DPD, MPR pada tahun 2014 mendatang. Tindakan partai politik tersebut memunculkan sejumlah pertanyaan publik “Bagaimana kualitas para artis tersebut?, Apakah ketika sudah duduk dikursi pemerintahan/legislatif para artis tersebut mampu untuk memperjuangkan aspirasi rakyat?” Pertanyaan ini sering muncul dikalangan masyarakat karena meragukan kualitas dan kuantitas yang dimiliki oleh para artis yang sedang terjun di dunia politik. Para artis biasanya hanya sibuk dengan diri sendiri dan gaya hidup yang mewah tanpa mempedulikan masyarakat di lingkungan sekitar. Partai politik yang menggandeng sejumlah artis-artis pada pemilihan umum pada tahun 2014 mendatang mencerminkan kegagalannya dalam mempersiapkan kader-kader partainya dan sekaligus ketidaksiapan partai politik itu dalam mengikuti pesta demokrasi dinegeri ini.
Pesta demokrasi yang dinanti-nantikan tersebut juga turut diramaikan oleh sejumlah nama anggota Purnawirawan TNI (Tentara Nasional Indonesia) seolah-olah dunia politik merupakan suatu karir yang menjanjikan untuk meraih sejumlah keuntungan besar. Padahal sebenarnya seorang TNI harus netral dalam menyikapi situasi nasional, sehingga seharusnya tidak boleh ikut andil dalam partai politik. Kehadiran sejumlah nama purnawirawan TNI di dunia politik, mengingatkan kita pada masa orde baru di pemerintahan Presiden Soeharto yang membungkam nilai-nilai demokrasi di Indonesia serta berbagai kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat yang melibatkan sejumlah anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada masa itu. Oleh karena itu, publik harus cerdas dalam menentukan pilihannya pada pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, MPR pada tahun 2014 mendatang. Jangan hanya melihat pada popularitas calon saja, melainkan harus didasarkan pada kualitas dan tread record  calon yang diusung oleh partai politik serta pilihlah sesuai dengan hati nurani, jujur dan adil (Luber dan Jurdil).

Menumbuhkembangkan Jiwa Enterpreneurship Mulai Dari Kehidupan Kampus




Lingkungan kampus merupakan sebuah wadah pembelanjaran kaum para terdidik mulai dari berbagai suku bangsa. Kampus menjadi ajang meraih mimpi bagi para kaum terdidik di masa yang akan datang dengan diimbangi oleh semangat dan perjuangan yang tidak ada hentinya. Para kaum terdidik ini tentunya adalah para mahasiswa sebagai kaum intelektual muda yang selalu siap sedia dan turut serta dalam membangun dan meningkatkan situasi perekonomian nasional demi untuk mewujudkan cita-cita negara kita sebagai negara kesejahteraan. Negara kesejahteraan dalam hal ini, tentunya yang diperkuat adalah keadaan perkonomian nasional yang berbasis kerakyatan artinya bahwa dengan adanya upaya peningkatan  keadaan ekonomi tersebut, maka keadaan masyarakat kita pasti akan sejahtera.
             Untuk mencapai harapan tersebut diatas harus dimulai dari kaum mahasiswa untuk selalu terlibat dan mengambil bagian dalam melakukan upaya peningkatan perekonomian nasional, meskipun masih dalam  taraf yang sederhana. Mahasiswa harus memiliki niat dan tekad yang kuat untuk mencoba memulai membuka peluang usaha secara mandiri maupun kolektif di lingkungan kampus. Tanpa adanya niat dan tekad yang kuat mustahil mencapai hasil yang maksimal. Mahasiswa harus berani mengambil peluang usaha di lingkungan kampus, misalnya membuka tempat fotokopi dan atau rental komputer karena saya melihat bahwa fotokopi dan rental komputer merupakan salah satu peluang usaha yang menjanjikan dan tentunya modal yang dibutuhkan tidak begitu besar, sehingga cenderung terjangkau oleh mahasiswa. Dari beberapa hasil pengamatan saya bahwa ada beberapa teman-teman mahasiswa yang menjalankan usaha kecil-kecilan seperti tersebut ini dan telah terbukti cukup berhasil tanpa mengganggu aktifitas perkuliahan sehari-hari, justru semangat juang semakin tumbuh dalam dirinya dalam mengembangkan usahanya karena setidaknya sudah mulai melangkah dan tentunya senang melihat penghasilan sendiri, meskipun keuntungan yang diperoleh masih relatif kecil dibandingkan dengan pengusaha-pengusaha yang bergerak di luar lingkungan kampus. Namun, meskipun demikian harus mampu menyeimbangkan studi dan usaha tersebut, sehingga tidak berbenturan anatara satu dengan yang lain serta yang terpenting menurut saya adalah manajemen waktu. Mahasiswa yang tidak mampu membagi waktu dalam menjalankan usahanya cenderung  akan tertinggal atau tersaingi oleh orang-orang yang punya usaha yang sama di sekitar kampus.
             Sebenarnya peluang usaha di zaman modern ini sudah cukup banyak asalkan kita berani mengambil peluang usaha tersebut, misalnya bisnis online, sewa-menyewa HT, membuka outlet pulsa atau menjual pulsa, menjadi agen asuransi dan lain-lain. Peluang usaha tersebut cenderung sangat relevan bagi mahasiswa karena waktu yang diberikan untuk menjalankannya tidak terikat dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun tanpa mengganggu aktifitas rutinitas. Dan yang lebih krusial modal yang dibutuhkan tidak begitu besar, bahkan ada beberapa tawaran sponsor dari beberapa elemen masyarakat untuk menambah modal usahanya tersebut bagi yang telah sungguh-sungguh menjalankan usahanya. Selain itu, pihak kampus harus mampu mendorong dan memfasilitasi mahasiswa untuk berkarya dalam menjalankan usaha kecil-kecilan di lingkungan kampus, misalnya menyediakan ruangan atau tempat jaulan dan kalau bisa diberikan beasiswa bagi mereka yang sungguh-sungguh menjalankan usahanya sendiri, sehingga akan terpacu semangat daya saing di internal mahasiswa sendiri untuk mengambil bagian dalam beberapa peluang usaha. Seseorang yang sudah berani mengambil peluang kecil akan lebih mudah dan tidak ragu-ragu lagi mengambil peluang yang lebih besar lagi. Pada prinsipnya setiap orang dapat menjadi pengusaha, apapun keadaan dan kondisinya asalkan mampu dan berani mengambil peluang yang telah ditawarkan serta memiliki jiwa yang ulet, tidak pantang menyerah, dan menurut saya yang terpenting adalah berani mengubah mind set kearah berpikir positif  dan berjiwa besar, tanpa dibarengi itu semua niscaya berhasil. Orang besar adalah orang yang memiliki niat dan tekad untuk sukses dan orang sukses adalah orang yang mampu menaikkan taraf kehidupannya kearah yang lebih baik dan selalu berpikir positif. Apabila mahasiswa memiliki visi untuk sukses seperti tersebut diatas, maka saya optimis bahwa dunia kampus akan menjadi ajang pertumbuhan generasi enterpreneurship yang handal dimasa kini maupun dimasa yang akan datang, sehingga kelak mampu berkontribusi dalam pembangunan nasional untuk mencapai kesejahteraan umum.


Mengembalikan Kepercayaan Terhadap Pemilu



Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Demokrasi di Indonesia baru muncul pasca reformasi karena selama era Orde Baru di zaman Pemerintahan Presiden Soeharto, demokrasi ini telah dibungkam, sehingga pelaksanaan prinsip demokrasi merupakan suatu keniscayaan pada masa itu. Pasca lengsernya Pemerintah Orde baru dan digantikan era reformasi telah membuka peluang bagi rakyat Indonesia untuk turut terlibat dalam pesta demokrasi. Pelaksaan pesta demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan dengan menggunakan demokrasi secara langsung karena wilayah negara Indonesia yang cukup luas terdiri atas beberapa pulau dan jumlah kepadatan penduduk yang cukup banyak, sehingga yang paling tepat adalah demokrasi secara tidak langsung. Demokrasi tidak langsung dilaksanakan melalui mekanisme perwakilan wakil rakyat yang dilaksanakan dalam pemilu secara luber dan jurdil yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Pasca reformasi telah menghasilkan pemerintahan yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu pertama kali pada tahun 1999. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan demokrasi secara tidak langsung melalui mekanisme pemilu sudah mulai dirintis di Indonesia.
             Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia telah berhasil melaksanakan 3 (tiga) kali pesta demokrasi melalui pemilu dan tahun 2014 mendatang menjadi ajang pesta demokrasi yang berikutnya untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus melalui partai politik, sedangkan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak melalui partai politik melainkan perseorangan.
Menjelang Pemilu sesuai dengan UU No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara luber dan jurdil. Pelaksanaan pemilu merupakan wujud konkrit dalam merealisasikan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, rakyat harus cerdas dalam menentukan pilihan, tidak perlu terpengaruh dengan janji dan iming-iming yang ditawarkan oleh segelintir calon yang ikut pemilu tanpa mengetahui track record sebelumnya. Mereka sering melanggar janji yang pernah ditawarkan karena ketika sudah duduk dikursi jabatan, sering kali lupa kepada rakyat yang diwakilinya dan lebih mengutamakan kepentingan partai politik daripada kepentingan rakyat.
Sikap dan perilaku para wakil rakyat ini telah menimbulkan konsekuensi logis pada pemilu, sikap apatisme yang timbul karena rakyat tidak percaya lagi dengan partai politik, sehingga cenderung untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilu. Hal ini sangat berpengaruh pada kualitas hasil pemilu, sehingga dikhawatirkan pemerintah dan wakil rakyat yang terpilih tidak lebih baik dari hasil pemilu sebelumnya. Rakyat pesimis akan sistem demokrasi di negara Indonesia yang hanya mengedepankan sisi formalitas belaka, tanpa mengedepankan kualitas  para kontestan pemilu. Hal ini dapat kita lihat pada pemilu tahun 2009 lalu, yang banyak diramaikan para golongan elite dan para artis ternama tanpa dibarengi dengan kualitas. Golongan elit dan para artis ternama sangat mudah dilirik Partai Politik.
Salah satu faktor utama partai politik melirik para kaum elit dan artis ternama karena mereka mempunyai modal untuk dipergunakan ketika kampanye, sekaligus memainkan peranan serangan fajar dengan cara membagikan uang kepada para pemilih agar partai politiknya diharapkan bisa menang dalam pemilu. Besarnya dana kampanye yang digelontorkan oleh partai politik setiap pemilu merupakan hal yang bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efesien, sehingga perlu adanya regulasi khusus dan pengawasan yang ketat dari pihak penyelenggara pemilu. Partai politik dituntut untuk tidak melakukan praktek-praktek berupa serangan fajar menjelang pemilu serta harus bersikap kesatria dalam mengikuti pemilu, “ kalah menang adalah hal yang biasa” tidak perlu harus berjuang mati-matian untuk memaksakan kehendak seolah-olah partai yang menang telah melakukan praktek kecurangan yang berdampak pada jumlah suara, terkecuali apabila partai yang menang benar-benar terbukti curang disertai dengan bukti yang cukup.
Penyelenggaraan Pemilu mendatang harapannya bukan semata-mata demi mendapatkan kekuasaan belaka atau mempertahankan kekuasaan yang ada, tetapi untuk memperjuangkan nilai-nilai demokrasi “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”, sehingga rakyat lah yang menentukan wakilnya untuk duduk di kursi legislatif maupun eksekutif. Para wakil rakyat ini harus mampu menyalurkan sekaligus memperjuangkan aspirasi rakyat, sehingga taraf kesejahteraan rakyat akan meningkat. Untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan sosok yang dekat dengan rakyat dan berjiwa negarawan, tidak cukup hanya popularitas saja, tetapi kualitas dan kuantitas menjadi syarat mutlak yang utama dalam mengikuti pemilu. Apabila hal diatas dijalankan setiap partai politik, maka rakyat optimis pemilu mendatang mempunyai kualitas yang luber dan jurdil, sehingga kepercayaan rakyat Indonesia pada pemilu berangsur-angsur pulih.

KORUPSI PEMBUATAN SIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM



Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berinteraksi dengan masyarakat sekitar kita (zoon politicon), namun sadar atau tidak bahwa dalam proses interaksi  yang demikian akan melahirkan suatu aturan hukum sesuai dengan asas hukum “Ubi Societas Ubi Ius” yakni di mana ada masyarakat di situ ada hukum untuk kesejahteraan masyarakat. Namun dalam kenyataanya hukum belum mampu untuk mencapai cita-cita mulia tersebut. Hal ini dapat kita buktikan dengan maraknya kasus korupsi di berbagai daerah dan bahwa seluruh kalangan aparatur penyelenggara negara telah terinfeksi kasus korupsi.
             Korupsi itu berasal dari istilah Latin, corruptio yang artinya merusak. Korupsi itu merupakan tindakan manusia yang menimbulkan akibat kerugian bagi kehidupan manusia. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi secara singkat mendeskripsikan tindakan merusak tersebut yaitu sebagai beriku:
·                       Kerugian Keuangan Negara
·                       Suap-menyuap
·                       Penggelapan dalam jabatan
·                       Pemerasan
·                       Perbuatan Curan
·                       Benturan kepentingan dalam pengadaan
·                       Gratifikasi (Pemberian hadiah)
Selain yang telah tersebut diatas pengertian korupsi juga dapat kita tinjau berdasarkan Transperancy Internasional yaitu merupakan perilaku pejabat publik, maupun politikus dan pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri, dan atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepadanya.
Dari  berbagai macam defenisi diatas dapat kita simpulkan bahwa perilaku korupsi itu pada prinsipnya bisa dilakukan oleh siapapun yang memiliki otoritas penuh karena berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan ataupun oleh oknum penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan. Berdasarkan hasil analisis yang telah saya lakukan di Polresta dan SAMSAT Daerah Istimewa Yogyakarta masih banyak kejanggalan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Contohnya dalam hal pembuatan SIM  (Surat Izin Mengemudi) kendaraan bermotor masih banyak oknum-oknum Polisi yang bermain dibelakang layar dengan bantuan para Calo dan bahkan tukang parkir juga turutn serta membantu, preman yang berkeliaran disekitar kantor Polresta dan SAMSAT DIY sertan penjaga fotokopi dan penjual kathering juga ikut berpartisipasi dalam mensukseskan proses pembuatan SIM ilegal yang seolah-oleh memiliki legal standing tersebut. Para oknum tersebut memiliki cara-cara yang strategis untuk menarik perhatian masyarakat yang mengurus SIM dengan cara seolah-olah menjemput bola yakni menawarkan jasa dan mengiming-iming bahwa proses pembuatannya akan lebih cepat daripada melalui jalur yang biasa karena mereka mempunyai orang dalam dan nantinya tinggal foto tanpa melalui testing. Hal ini sangat bertentangan dengan Prosedur Penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana diatur di dalam Pasal 81 Undang-Undang No.22 Tahun 2009  bahwa para pemohon SIM wajib menempuh prosedur dan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu sebagai berikut:
Ø  Mengajukan Permohonan Tertulis
Ø  Bisa baca tulis
Ø  Memiliki Pengetahuan peraturan lalu lintas jalan dan taktik dasar kendaraan bermotor.
Ø  Batas usia              - 17 Tahun untuk SIM Gol A, C, D
-    20 Tahun untuk SIM Gol.B I
-    21 Thaun untuk SIM Gol. B II
Ø  Syarat administratif (fotokopi KTP, Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani dari Dokter)
Ø  Lulus uji teori dan praktek
Ø  SIM dilengkapi dengan hasil uji simulator.
Sementara apabila kita kaji lebih dalam proses pembuatan SIM tersebut sangat berbelit-belit dan tidak mencerminkan asas-asas umum pemerintahan yang baik  (welfarstate) yakni asas cepat, terbuka, profesional, akuntabilitas dan proporsional. Hal ini dibuktikan ketika para pemohon mengajukan permohonan pembuatan SIM baru dengan membayar sejumlah uang di Bank terdekat dan melakukan sidik jari, foto permohonan SIM. Setelah itu, mengikuti Ujian Teori Avis dan Ujian Keterampilan Pengemudi serta Ujian Praktek dan barulah terbit/cetak SIM. Dari serangkaian proses tersebut diatas janganlah dianggap bahwa sangat mudah dan tidak membutuhkan waktu lama. Biasanya para oknum Kepolisian menggunakan kesempatan Ujian teori Avis dengan memberikan soal-soal yang sulit dikerjakan oleh masyarakat umum dan juga di ujian praktek mempersulit prosedurnya, sehingga tidak jarang masyarakat yang mengurus SIM tidak lolos seleksi dan harus mengulang lagi dengan tenggang waktu 7-14 hari dan bahkan sampai 30 hari berikutnya. Dan inilah proses seleksi yang menurut saya sangat berbelit-belit yang tidak mencerminkan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Lebih dari itu, para oknum Kepolisian sering melakukan kecurangan dengan mendiskriminasikan para kaum-kaum pro bono yang tidak mampu untuk membayar sejumlah uang kepada para Calo serta lebih transparan lagi ketika ada keluarga dari salah seorang anggota Kepolisian yang hendak mengurus  SIM, justru itu yang lebih didahulukan tanpa mengikuti ujian tertulis dan ujian praktek. Hal inilah yang menurut saya ketidakadilan dan diskriminatif di Institusi Kepolisian