Wednesday, November 20, 2013

KORUPSI PEMBUATAN SIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM



Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berinteraksi dengan masyarakat sekitar kita (zoon politicon), namun sadar atau tidak bahwa dalam proses interaksi  yang demikian akan melahirkan suatu aturan hukum sesuai dengan asas hukum “Ubi Societas Ubi Ius” yakni di mana ada masyarakat di situ ada hukum untuk kesejahteraan masyarakat. Namun dalam kenyataanya hukum belum mampu untuk mencapai cita-cita mulia tersebut. Hal ini dapat kita buktikan dengan maraknya kasus korupsi di berbagai daerah dan bahwa seluruh kalangan aparatur penyelenggara negara telah terinfeksi kasus korupsi.
             Korupsi itu berasal dari istilah Latin, corruptio yang artinya merusak. Korupsi itu merupakan tindakan manusia yang menimbulkan akibat kerugian bagi kehidupan manusia. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi secara singkat mendeskripsikan tindakan merusak tersebut yaitu sebagai beriku:
·                       Kerugian Keuangan Negara
·                       Suap-menyuap
·                       Penggelapan dalam jabatan
·                       Pemerasan
·                       Perbuatan Curan
·                       Benturan kepentingan dalam pengadaan
·                       Gratifikasi (Pemberian hadiah)
Selain yang telah tersebut diatas pengertian korupsi juga dapat kita tinjau berdasarkan Transperancy Internasional yaitu merupakan perilaku pejabat publik, maupun politikus dan pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri, dan atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepadanya.
Dari  berbagai macam defenisi diatas dapat kita simpulkan bahwa perilaku korupsi itu pada prinsipnya bisa dilakukan oleh siapapun yang memiliki otoritas penuh karena berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan ataupun oleh oknum penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan. Berdasarkan hasil analisis yang telah saya lakukan di Polresta dan SAMSAT Daerah Istimewa Yogyakarta masih banyak kejanggalan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Contohnya dalam hal pembuatan SIM  (Surat Izin Mengemudi) kendaraan bermotor masih banyak oknum-oknum Polisi yang bermain dibelakang layar dengan bantuan para Calo dan bahkan tukang parkir juga turutn serta membantu, preman yang berkeliaran disekitar kantor Polresta dan SAMSAT DIY sertan penjaga fotokopi dan penjual kathering juga ikut berpartisipasi dalam mensukseskan proses pembuatan SIM ilegal yang seolah-oleh memiliki legal standing tersebut. Para oknum tersebut memiliki cara-cara yang strategis untuk menarik perhatian masyarakat yang mengurus SIM dengan cara seolah-olah menjemput bola yakni menawarkan jasa dan mengiming-iming bahwa proses pembuatannya akan lebih cepat daripada melalui jalur yang biasa karena mereka mempunyai orang dalam dan nantinya tinggal foto tanpa melalui testing. Hal ini sangat bertentangan dengan Prosedur Penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana diatur di dalam Pasal 81 Undang-Undang No.22 Tahun 2009  bahwa para pemohon SIM wajib menempuh prosedur dan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu sebagai berikut:
Ø  Mengajukan Permohonan Tertulis
Ø  Bisa baca tulis
Ø  Memiliki Pengetahuan peraturan lalu lintas jalan dan taktik dasar kendaraan bermotor.
Ø  Batas usia              - 17 Tahun untuk SIM Gol A, C, D
-    20 Tahun untuk SIM Gol.B I
-    21 Thaun untuk SIM Gol. B II
Ø  Syarat administratif (fotokopi KTP, Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani dari Dokter)
Ø  Lulus uji teori dan praktek
Ø  SIM dilengkapi dengan hasil uji simulator.
Sementara apabila kita kaji lebih dalam proses pembuatan SIM tersebut sangat berbelit-belit dan tidak mencerminkan asas-asas umum pemerintahan yang baik  (welfarstate) yakni asas cepat, terbuka, profesional, akuntabilitas dan proporsional. Hal ini dibuktikan ketika para pemohon mengajukan permohonan pembuatan SIM baru dengan membayar sejumlah uang di Bank terdekat dan melakukan sidik jari, foto permohonan SIM. Setelah itu, mengikuti Ujian Teori Avis dan Ujian Keterampilan Pengemudi serta Ujian Praktek dan barulah terbit/cetak SIM. Dari serangkaian proses tersebut diatas janganlah dianggap bahwa sangat mudah dan tidak membutuhkan waktu lama. Biasanya para oknum Kepolisian menggunakan kesempatan Ujian teori Avis dengan memberikan soal-soal yang sulit dikerjakan oleh masyarakat umum dan juga di ujian praktek mempersulit prosedurnya, sehingga tidak jarang masyarakat yang mengurus SIM tidak lolos seleksi dan harus mengulang lagi dengan tenggang waktu 7-14 hari dan bahkan sampai 30 hari berikutnya. Dan inilah proses seleksi yang menurut saya sangat berbelit-belit yang tidak mencerminkan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Lebih dari itu, para oknum Kepolisian sering melakukan kecurangan dengan mendiskriminasikan para kaum-kaum pro bono yang tidak mampu untuk membayar sejumlah uang kepada para Calo serta lebih transparan lagi ketika ada keluarga dari salah seorang anggota Kepolisian yang hendak mengurus  SIM, justru itu yang lebih didahulukan tanpa mengikuti ujian tertulis dan ujian praktek. Hal inilah yang menurut saya ketidakadilan dan diskriminatif di Institusi Kepolisian

No comments:

Post a Comment